Perantauan

Gue lahir sebagai anak turunan suku Betawi. Betawi asli. Hal itu membuat gue nggak pernah punya kesempatan untuk merantau ke tempat lain. Dari orok sampai segede gini gue stay di Jakarta. Keluar kota seumur-umur baru ke Bandung doang. Nggak pernah ke tempat lain. Miris. Gue jadi nggak tau gimana udara di luar Jakarta atau Bandung. Nggak tau gimana pemandangan hamparan sawah yang luas. Nggak pernah tau rasanya “pulang kampung”. Di siniiii.... sini aja -_-

Banyak yang bilang “yah, far. Lo pikir pulang kampung itu enak? Ribet beli tiketnya. Ribet perisapannya. Pokoknya ribet dah.” But, buat gue yang nggak pernah ngerasain pulang kampung, justru hal-hal kaya gitu yang keliatan “seru”. Atmosfir pulang kampung dengan segala kesibukan mengurus ini itu, sampai kampung di sambut dengan hangat oleh sanak family. Ah, sayangnya... itu hanya menjadi imajinasi gue.

Sempat terbersit di benak gue untuk nyari calon suami orang Luar Jawa. Seperti, Padang, Lampung, Aceh, Medan, Kalimantan, Sulawesi, atau Papua sekalipun. Biar pas lebaran gue bisa nyebrang pulau dan ngerasain udara di luar pulau Jawa. :v

Oke, skip masalah calon suami.

Gue udah mulai bekerja di tempat baru dengan orang-orang baru pula pastinya. Di sana kebanyakan anak anak muda perantauan dari berbagai daerah. Tapi, kebanyakan dari mereka sih orang Sunda. Setiap dari mereka yang berasal dari daerah yang sama pasti akan menggunakan bahasa daerah mereka saat ngobrol. Gue yang notabene anak Jakarta, Cuma planga plongo denger mereka ngobrol. Nggak ngerti mereka lagi ngomongin apa -_-

Rata-rata umur mereka di bawah gue. Sekitar 17 sampai 21 tahun. Gue salut sama mereka, umur semuda itu berani memilih untuk merantau di kota besar yang terkenal “kejam” bahkan “lebih kejam dari ibu tiri” katanya. Mereka berani mengambil resiko dengan keterbatasan pendidikan mereka. Beberapa yang gue tanya apa pendidikan terakhir mereka, kebanyakan bilang nggak lulus SMA. But, hey... mereka tau alat-alat syuting dan tau pula cara pemakaiannya. Yap, pendidikan itu nggak melulu dari sekolah, tapi bisa dari luar.Asal ada kemauan untuk tau dan KEPO. Kuncinya ya itu. Karena, pada dasarnya nggak ada manusia bodoh. Yang ada hanya manusia yang “belum tau”. Just it. Yegak? Bener gak gue?

Jujur aja, gue sendiri aja masih lemot dan belom tau alat-alat yang biasa dipake buat syuting. FYI, gue bekerja di salah satu jasa peminjaman alat-alat syuting. Gue bekerja di bagian administrasi yang mengatur segala-galanya. Dari mulai barang yang keluar dan masuk, update data di komputer untuk dilaporkan ke atasan, sampai gue musti tau nama pengawal, driver, dan alat-alat yang tersedia. Kalau dipikir mah susah ya. Iya emang. Tapi, lama kelamaan, kalau udah terbiasa pasti bisa hapal dengan sendirinya asal gue mao nyari tau plus KEPO selalu.

Gue beruntung bisa masuk ke sana dan bertemu dengan orang-orang yang menurut gue hebat. Hebat itu nggak diukur dari seberapa tinggi pendidikan kita kan? Di post berikutnya gue akan menceritakan tentang ”mereka”, teman-teman baru gue yang hebat. ^_^