When i see the world

Ketika lo berkomunikasi dengan orang banyak, ketika lo berkumpul di tengah-tengah orang yang sebelumnya nggak lo kenal, ketika lo melangkahkan kaki lo ke dunia luar, lo akan melihat bahwa lo hanya seujung kuku semut (semut punya kuku nggak ya? *mikirkeras). Lo nggak akan bisa sombong lagi, atau bahkan mengaku yang paling pintar, yang paling banyak tahu, dan paling memiliki banyak kemampuan.

Ya, itu yang gue alami sekarang. Dunia gue dulu kecil. Hanya selingkup teman-teman bermain di sekolah dan rumah. Tapi, setelah gue menjajakan kaki ke lingkup yang lebih besar, yaitu kuliah dan bahkan kini dunia kerja, mata gue mulai terbuka. Gue bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, dan belom punya cukup kemampuan dalam bidang yang gue minati.

FYI, bidang yang gue minati adalah dunia kepenulisan dan desain. Maka dari itu waktu kuliah gue ambil jurusan penerbitan. Awalnya juga gue nggak terlalu paham bakal belajar apa di jurusan itu, dan ternyata jurusan itu sesuai dengan minat gue. Langsung dapet dua ilmu, kepenulisan dan desain. Untuk seputar desain, gue cuma dapet ilmu dasarnya doang. Gue lebih banyak dapet ilmu editing dan kepenulisan. Walau udah dapet ilmunya, kadang gue suka males mengaplikasiinnya pas lagi nulis. Hahahaha. Aduh, jadi terkesan sia-sia gitu ilmu gue kalau nggak gue pake -_-

Di sana, gue bertemu banyak teman yang “awal”-nya gue remehin karena mereka kebanyakan mengaku masuk jurusan penerbitan karena “nyasar” sedangkan gue emang berminat pada jurusan itu. Tapi....jeng jeng jeng jeng... seketika kesombongan gue runtuh. Justru mereka lebih pintar ketimbang gue. Nggak cuma dalam prakteknya, tapi juga dalam teorinya. Gue? Bloon -_- efek sombong jadi bala dah tuh. IP gue juga nggak tinggi. Standar. Nggak sesuai ekspektasi gue di awal masuk kuliah. :’( tuh, efek sombong langsung kena imbasnya, guys. Jangan dicontoh ya.

Setelah lulus kuliah, gue mulai masuk dunia kerja. Daaaaaannnn, gue nampaknya terlalu percaya diri karena berasal dari jurusan “penerbitan”. Perusahaan penerbitan yang pertama kali gue injak adalah PT Balai Pustaka. Di sana, gue super duper percaya diri. Berasa smart banget lah istilahnya. Tapi, gue nggak meremehkan para karyawannya. Justru ekspektasi gue karyawan yang masuk di situ adalah orang-orang pilihan yang hebat. Dan, gue termasuk yang hebat. Tuh kan gue sombong lagi :”( astaghfirullah. Gue mulai meremehkan pekerjaan gue di awal gue masuk. Dalem hati “yaelah Cuma ngelayout. Slow. Gampang.” Eh, pas ke sananya... “astgahfirullah ya Allah, ternyata susah juga ya.” Bala banget dah emang rasa percaya diri yang berlebihan. Terlalu berlebihan dan akhirnya meremehkan kemudian jatoh gedubraaaagggg pas mendapati pekerjaan gue nggak semudah yang gue bayangkan.

Setelah kontrak gue abis, gue keluar dari sana. Gue kembali meremehkan hal itu, dalam hati “ah slow, gue udah punya pengalaman ini. Pasti gampang dapet kerjaan lagi” daaaannn.... jeng jeng jeng jeng udah berbulan-bulan gue nganggur cuuuyyy :”( interview sana interview sini tes sana tes sini gue selalu gagal. Terakhir gue tes itu di penerbit Gema Insani. Di sana gue di-tes layout-nya. Dan you know? Gue ngebleng... gue kikuk. Gue bingung musti ngapain. Ada kali sejam-an gue Cuma ngeliatin lembar kerja doang sambil sesekali liat-liat buku yang dijadiin contoh buat menginspirasi gue dalam me-layout. Gue liat layout-an buku-buku di sana itu keren keren banget. Inovatif lah menurut gue. Penuh warna dan hiasan sana sini. Permainan font-nya pun bagus. Nggak terpaku sama font berkait. Gue langsung minder, gue malu sama diri gue sendiri, gue malu sama Allah karena udah terlalu sombong dan meremehkan apapun. Niatnya pengen percaya diri, tapi percaya diri gue salah. Gue malah meremehkan hal apapun dan menyombongkan diri gue.

Dan sekarang gue sadar kenapa Allah membawa gue pada takdir hidup yang seperti ini, agar gue berkaca pada masa lalu dan nggak lagi-lagi meremehkan apapun dan menyombongkan diri yang padahal skill-nya cuma seujung kuku semut. Membenci diri sendiri pun juga nggak boleh. Yang ada hanya, gue harus bersyukur dengan yang gue punya. Meningkatkan kemampuan gue step by step. Nggak boleh puas dengan kemampuan yang sekarang. Harus terus terus terus dan terus belajar. Dan yang paling penting, gue nggak boleh membenci diri gue sendiri setelah kejadian kejadian yang gue alami selama ini. Karena, daun yang jatuh saja tak pernah membenci angin.